Sitting, complaining, daydreaming, sleeping.



Sejak SMA saya punya mimpi untuk bekerja di balik meja. Maksudnya bukan di bawah meja ya, tapi kerja kantoran. Entahlah mengapa saat itu bekerja kantoran adalah hal yang keren di benak saya. Setiap pagi berangkat ke kantor, duduk bekerja depan komputer di bilik masing-masing, pulang teratur setiap jam 5 sore. Dan seterusnya. Awalnya terlihat keren. Tapi seberapa kerennya baju yang kamu beli jika dikenakan setiap hari akan terlihat biasa, bahkan membosankan.

Beberapa minggu belakangan saya sering mengeluh tentang kebosanan dan kejenuhan ini. Berbeda dengan teman-teman seangkatan saya yang saat ini memiliki “jalan ninja” yang berbeda. Mereka memposting aktivitas di sosmed mereka masing-masing. Ada yang lagi travelling, lagi ngumpul di cafĂ© bersama geng nya, ada postingan foto kemesraan dengan sang kekasih dengan caption yang menerbangkan, dan yang paling membuat saya iri sekaligus minder sekaligus kagum adalah postingan teman-teman yang tengah mengikuti program luar negeri. Mereka luar biasa. Keliling dunia ketika saya saat ini hanya diam termenung tanpa melakukan hal yang istimewa. Kagum. Salut. Saya Mereka hebat. 

Ketika wabah andai-andai terngiang di kepala, semuanya menjadi penuh penyesalan. Andai saya memilih “jalan ninja” yang lain, mungkin saat ini saya bisa saja di luar negeri seperti teman yang lain. Seandainya saya lebih giat belajar, bisa jadi penempatan kerja saya tidak sejauh ini, andai ini andaikan kau datang kembali, jawaban apa yang akan kuberi itu. Tapi terbuai dengan wabah “andai” tidak menyelesaikan masalah, justru hanya membuka kesempatan penyesalan berkeliaran menusuk-nusuk hati dengan perasaan protes, jengkel, marah kepada takdir. Membiarkan syaitan bermain dengan perasaan. Membuat kita lupa akan Maha Adil dan bijaksananya Allah SWT. Resepnya adalah Man Shabara Zhafira. Siapa yang bersabar dia akan beruntung. Bersyukur adalah sikap termujarab.

Saat ini saya masih tidur di Palopo. Bisa jadi besok di Amerika, di Eropa, atau belahan dunia yang lain. Man Jadda Wajadda! Tidak ada yang tak mungkin jika ada kesungguhan hati. 

Satu tempat ternyaman. Di rumah. Di samping keluarga.

Sao Palopo ! It's about motivation or demotivation.



Yeaayy.. saya kembali ngeblog! Yuhuuu.. after I through  hard times. Yeah, sudah 2 tahun sejak postingan terakhir saya. Maba maba maba.. yah sekarang bukan maba lagi. Sekarang saya sudah berada di dunia kerja. Masa kuliah untuk angkatan Diploma 1 seperti saya cuma butuh waktu nyaris 1 tahun untuk wisuda. Not a long time, but a precious time. Semasa kuliah saya lebih senang bermain Condition Strike dibanding membuka modul. Dan akhirnya penempatan saya seakan meng”Strike” saya. Jauh dari rumah, dari keluarga, dari peradaban pusat kota, dan  dari makan gratis dari yayang disana. Eh..

Saat ini saya berada di salah satu kota di Sulawesi Selatan. Kota Palopo. Kota terbesar ketiga di provinsi ini (Cuma ada tiga kota di provinsi ini). Kota yang indah sebenarnya meskipun sebenarnya saya benar-benar belum yakin kalau itu benar. Kota yang memiliki daerah pegunungan yang hijau terhampar, dan memiliki pantai yang gelap kalau malam. Gelap tapi tidak sepi. How could? Anything could be happen here in Sao Palopo. Kota dimana lampu traffic light tiga-tiganya berarti maju jalan, kota dimana antrian beli bubur ayam lebih pantas disebut antrian haji, kota dimana jumlah penjual nyo’nyang nya lebih banyak dari komedo di hidung saya, kota dimana saya belajar mandiri untuk mengarungi kerasnya hidup yang penuh dengan sandiwara ini. Membuat jarak merasa menang, menjauhkan saya dari gadis yang.. ah sudahlah..

Terkadang saya merasa menjadi orang yang sangat sial karena harus ditempatkan jauh dari homebase. Tapi ketika melihat teman-teman  lain yang mendapatkan penempatan lebih jauh, atau melihat teman-teman SMA yang masih berkutat dengan semester akhirnya, saya merasa sebaliknya. Siklusnya akan terus seperti itu. Dan entah sampai kapan seperti itu. Satu hal yang saya yakini saat ini adalah semua hal yang saya dapatkan sekarang tidak terlepas dari apa yang saya usahakan pada masa lalu. Lulus Ujian Saringan Masuk STAN tidak terlepas dari usaha mendedikasikan satu bulan libur perkuliahan untuk belajar soal-soal ujian STAN. Alhamdulillah dengan izin Allah SWT dan doa orang tua saya. Sayangnya usaha yang saya lakukan semasa kuliah tidak begitu maksimal, yah tentu saja usaha yang tidak maksimal tidak mungkin menghasilkan sesuatu yang istimewa, unless it is called luckiness. Some people didn’t believe about luckiness. I think I’m on their side. It’s all about effort. Saya memilih untuk tidak berharap pada keberuntungan. Tapi kalau saya beruntung, Alhamdulillah. Eh?! Apa nubilang Qadri.

Saya berusaha melakukan hal yang berarti hari ini (red: niat). Berharap mendapatkan sesuatu yang istimewa di masa mendatang. Motivasi telah saya kumpulkan, mulai dari menatap lekat2 foto orang tua, kakak, adik, dan calon istri. Upss. Bahkan menonton video log anak kuliahan di luar negeri, si afif, gita savitri, ataupun maudy ayunda. Lumayan memotivasi lah videonya. Semoga bisa menjadi orang yang lebih sukses nantinya. Aamiin..

Jadi, usahanya dimulai hari iniiiii..!!
BISMILLAH…